Secara bahasa, kata “terorisme”
berasal dari bahasa Inggris yaitu kata “to terror”, kata
ini disebut Terrere dalam bahasa Latin, yang
berarti “gemetar” atau “menggetarkan”. Kata terrere merupakan
bentuk kata kerja (verb) dari kata terrorem yang mempunyai arti rasa
takut yang luar biasa.
Pengertian terorisme berdasarkan
para ahli atau berdasarkan peraturan Undang-Undang memiliki kesamaan, yaitu
bahwa teror merupakan perbuatan yang menimbulkan ketakutan atau kengerian pada
masyarakat. Seluruh definisi tentang teror selalu mengandung unsur ketakutan
atau kengerian, singkatnya. Dalam The Prevention of Terrorism (Temporary
Provisions) Act, 1984, pasal 14 ayat 1 dijelaskan bahwa terorisme
adalah: “Terrorism means the use of violence for political ends and includes
any use of violence for the purpose putting the public or any section of the
public in fear (terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk tujuan-tujuan
politis, termasuk menggunakan kekerasan untuk membuat masyarakat atau anggota
masyarakat ketakutan) (The Prevention of Terrorism, 1984).
Pada definisi
yang telah disebutkan, tidak dikatakan jika ada satupun suatu kaum atau agama
yang dicap sebagai teroris. Namun tidak demikian dengan sekarang, karena ulah
suatu kelompok radikal yang mengatasnamakan suatu agama, seperti Islam, seluruh
kaum Islam cenderung diidentikkan dengan teroris. Padahal dalam The Prevention of Terrorism (Temporary
Provisions) Act sudah dijelaskan bahwa terorisme muncul karena
tujuan-tujuan politik tertentu. Tujuan yang sengaja memanfaatkan ideologi dan
agama Islam untuk menarik simpati umat agar mau memihak dan berjuang demi
kepentingan keliru mereka. Bahkan, ada kelompok yang memang bertujuan mengubah
Pancasila dengan ideologi lain yang berorientasi kepada agama, paham liberalis
atau sosialis/komunis.
Hal ini perlu
ditangani secara serius dan bijak, apalagi ada fakta yang menyebutkan jika ada
keterkaitan antara jaringan militan lokal dengan jaringan hal internasional. Ancaman
lain seperti ancaman non tradisional lainnya pun semakin meresahkan dan merebak
pada pintu sendi kehidupan bangsa. Pemerintah Indonesia perlu menyikapi
fenomena terorisme secara arif, dengan menganalisis, mencegah serta
menanggulangi segala bentuk tindakan dan kegiatan terorisme, bersama dunia
internasional.
Adanya aparat
intelijen (Badan Intelijen Negara), satuan anti terror pada TNI dan POLRI, dan
beberapa kerjasama Internasional seperti ekstradisi belum cukup mengatasi
masalah yang dihadapi. Masalah muncul karena penegakan hukum mengenai sistem
kejahatan terorisme masih lemah. Kualitas masyarakat Indonesia yang mudah
dimanfaatkan dan masih rentan terhadap penggalangan untuk menjadi simpatisan
kelompok teroris atau bahkan pelaku bom bunuh diri, harus membuat kita semakin
waspada. Kemampuan aparat keamanan dalam mendeteksi hingga menanggap kelompok
teroris pun masih terkendala baik peralatan maupun koordinasi di lapangan. Dengan
keterbatasan ini, dan dengan landasan Wawasan Nusantara yang tangguh,
diharapkan rakyat Indonesia dapat memiliki sikap mental yang mampu mendeteksi,
mengidentifikasi, menilai dan menganalisis segala macam ancaman terorisme sejak
dini. Pemerintah tidak bisa memerangi terorisme sendiri, perang terhadap
terorisme harus dilakukan oleh seluruh pihak yang masih menginginkan NKRI tegak
berdiri dan mau menerima pluralisme yang ada.
Tentu saja
pemerintah masih sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pencegahan
terorisme ini. Banyak rakyat dengan mental dan kehidupan ekonomi yang
kekurangan cenderung lebih mudah dipengaruhi untuk dicuci otaknya oleh kelompok
teroris. Mereka akan dimanfaatkan sebagai martir-martir yang siap mati
kapanpun. Pendidikan mental dan pola pikir juga harus ditanamkan pada
pendidikan formal yang merata kepada seluruh masyarakat Indonesia, terutama generasi
muda. Pendidikan ini berupa Pancasila menjadi ideologi, dasar dan tujuan
masyarakat Indonesia. Semangat founding fathers Indonesia dalam menjunjung
pluralisme juga harus digalakkan. Pola pikir untuk membuat masyarakat Indonesia
menjadi sama adalah hal yang salah. Karena kita adalah Bhineka Tunggal Ika. Yang
seharusnya dibuat sama adalah pola pikir masyarakat untuk menciptakan persatuan
dan kesatuan karena perbedaan adalah hal yang membuat kita indah dan spesial (satu). Pendidikan
non formal berupa penyuluhan dan sosialisasi dengan materi perundang-undangan
tentang bahaya terorisme juga perlu
dilakukan pemerintah untuk pencegahan.
Tokoh agama
juga pihak selanjutnya yang harus bertanggung jawab atas umat yang mereka
pimpin. Tidak ada satupun agama yang mengajarkan untuk memusuhi, hingga membunuh
orang, atau membunuh dirinya sendiri. Tokoh agama seharusnya mampu memberikan
rasa damai di hati masyarakat bukan palah memprovokasi untuk memusuhi kelompok
tertentu.
Tokoh
Masyarakat di Grass Root yakni tokoh
masyarakat pada tingkat paling dekat harusnya melapor jika ada terduga
terorisme, karena pelaku cenderung bersembunyi di sekitar masyarakat. Pengecekan
dan pemantauan akan membuat pelaku sulit bersembunyi. Tokoh masyarakat hendaknya
menolak secara tegas pelaku-pelaku teror karena mereka bukanlah tamu yang harus
dan pantas diterima dengan tangan terbuka.
Local
Strongman seperti para ulama, tokoh adat, pemilik modal, kaum cendikiawan dan
sebagainya turut andil dalam menyumbangkan bantuannya supaya pelaku lebih mudah
ditemukan, ditangkap dan dihukum setimpal sesuai perbuatannya. Tokoh-tokoh
tersebut mampu mengendalikan massa untuk melawan terorisme secara tegas. Diharapkan
local strongman adalah individu yang tidak terpengaruh, karena perannya adalah
sebagai pemengaruh.
Pada akhirnya
orangtua dan keluarga adalah pihak penting dalam pencegahan terorisme. Keluarga
juga sebagai tempat pembelajaran dasar tentang bahaya terorisme. Nilai-nilai
kebangsaan, nasionalisme, kewarganegaraan, patriotisme dapat ditanamkan oleh
orangtua kepada anak-anaknya supaya tidak terpengaruh oleh kelompok radikal
garis keras yang dapat merusak keutuhan NKRI.
Karena pada akhirnya kita perlu bersatu untuk melawan terorisme. "Pemerintah
dan rakyat, Polri terutama kita harus bisa memerangi terorisme ini,"—Presiden
Joko Widodo(11/12/16)
Ditulis oleh :
NUR FAIQOH LAELY AMBARWATI
155150207111089 (PANCASILA - O)
0 komentar:
Posting Komentar